Saturday, April 28, 2012

EKSPLOITAS PEREMPUAN ATAU KAPITALISME BARU Sebuah OTOKKRITIK PNPM Mandiri Perdesaan


Salah satu masalah serius yang dihadapi masyarakat perdesaan khususnya yang berada pada garis kemiskinan, adalah masalah permodalan atau akses masyarakat miskin ke-lembaga keuangan yang sangat kurang, sehingga ketertinggalan dan kemiskinan yang mereka hadapi semakin meng-akut dalam kehidupan mereka. Tetapi tidak cukup hanya memberikan pinjaman modal usaha, masalah yang mereka hadapi dapat terselesaikan dengan baik, karena masalah mereka sangat kompleks, sehingga di butuhkan pendekatan yang harus kompleks, terencana, sistematis, dan teruji.
Kehadiran PNPM Mandiri Perdesaan, dengan salah satu tujuan khususnya untuk mendorong pelembagaan system keuangan mikro di desa, awalnya memberi harapan pada semua pihak, khususnya masyarakat miskin itu sendiri, tetapi ketika Implementasi PNPM Mandiri Perdesaan hanya soal bagaimana masyarakat miskin di beri pinjaman modal usaha, dan hanya sebatas diajarkan berutang dengan baik dan benar, maka harapan untuk keluar dari kompleksitas permasalahan kemiskinan yang dihadapi sangat sulit untuk diwujudkan, karna terbukti, salah satu cita-cita luhur program, diterjemahkan  oleh sebagian besar fasilitator pada wilayah teknis dan prakmatis, yang seolah-olah semakin banyak yang diberi pinjaman akan, semakin banyak RTM diselamatkan.
Kemiskinan hari ini, tidak berdiri sendiri, tapi salah satu dampak dari kuatnya kapitalisme dalam kehidupan social ekonomi dan politik bangsa kita, sehingga masyarakat miskin pedesaan membutuhkan benteng perlindungan, dan salah satu langkah strategis yang perlu dilakukan adalah  melalui “program pemberdayaan”, yang dijalankan dengan tulus dan benar-benar dijalankan dengan baik, sehingga memberi solusi terhadap akar permasalah kemiskinan yang dihadapi masyarakat miskin perdesaan hari ini.
Perbedaan pandangan Fasilitator PNPM Mandiri Perdesaan dalam melihat masalah pelem-bagaan sistem keuangan mikro, karena PNPM Mandiri Perdesaan telah berikrar bahwa dirinya adalah program pemberdayaan, yang akan mendorong kemandirian masyarakat, salah satu asfek adalah kemandirian ekonomi melalui lembaga keuangan mikro yang berpihak pada masyarakat, tetapi gagasan ini kurang dipahami dengan baik sebagian besar fasilitator pengawal program, mungkin  implementasi gagasan besar ini tidak memiliki desain dan bentuk yang dimaksud, sehingga kebanyakan fasilitator terjebak, dan akibatnya memasung gagasan besar program tentang pelembagaan keuangan mikro pada wilayah praktis dan prakmatis, anehnya lembaga keuangan mikro yg dimaksud adalah UPK ( Unit Pengelolah Kegiatan PNPM Mandiri perdesaan di Tingkat Kecamatan).
Mungkin kita sepakat bahwa pendekatan kelompok dalam pemberdayaan adalah final. Sehingga Dalam kaitan dengan pelembagaan keuangan mikro PNPM Mandiri Perdesaan sebagaimana dalam salah satu tujuan khususnya, tentu kelompok yang dibentuk akan didorong untuk menjadi kelompok mandiri atau lembaga keuangan mikro di desa yg mandiri. Seingga salah satu ukuran keberhasilan program adalah seberapa jauh kemandirian kelompok-kelompok SPP yang telah dibina bertahun-tahun, ataukah memang Program PNPM Mandiri Perdesaan sama sekali tidak memiliki niat secara keprograman untuk mengantar kelompok SPP menuju kemandiriannya. Ini penting menjadi bahan renungan kita, karena jika tidak, saya takut kita telah terjebak pada wilayah eksploitasi perempuan, mengingat sistem dan mekanisme simpan pinjam yang diterapkan, menyalahi asas keadilan dan tidk keberpihaan pada klp perempuan.
Kelompok Simpan Pinjam Khusus Perempuan, tidak selayaknya dijadikan obyek program, yang semata-mata diposisikan sebagai sasaran pinjaman UPK, mestinya Kelompok SPP menjadi Mitra, sehingga perlu diberi ruang untuk berkembang dan dilakukan pembinaan secara serius. Contoh kecil ketidakadilan program, UPK memberi pinjaman ke Anggota kelompok SPP dengan jasa pinjaman 1%, tetapi kelompok tidak mendapatkan bagi hasil jasa pinjaman, lalu pengurus dijadikan sebagai tukang tagih oleh UPK. Pada sisi lain, proses pembentukan kelompok sama sekali tidak dibangun kesadaran kollektif,  perumusan visi, tujuan dan cita-cita berkelompok. Artinya kita sudah menjebak kaum perempuan dalam sebuah kondisi yang tidak akan mengenal potensinya, cita-cita mereka, sehingga kelompok SPP sangat rapuh, dan rentan bermasalah,  dan menurut pikiran sehat saya,  kita sudah keluar dari kittah prinsip PNPM Mandiri Perdesaan.  
Mestinya pada petunjuk program khusus tentang masalah  kelompok simpan pinjam, sudah harus jelas, kenapa dibentuk kelompok, tujuan kelompok dibentuk untuk apa?, proses dan metodologi pendampingan seperti apa, visi bersama yang harus dirumuskan dikelompok seperti apa,  Ini penting, agar pemahaman pelaku fasilitator dilapangan, tidak terjebak pada hal-hal yang bersifat tehknis, karena faktanya fasilitator hanya sebatas mengenal jenis kelompok ceneling dan eksekuting, bentuk dan strategi pendampingannya sama sekali tidak disentuh atau sengaja dikaburkan, sehingga kebanyakan Fasilitator terjebak, bahwa pelembagaan keuangan mikro yaaa UPK, dan ini adalah kekeliruan besar, karena UPK tidak diproses berdasarkan cita-cita bersama, yang dilandasi atas kesadaran kollektif masyarakat bahwa mereka butuh sebuah kelompok yang namanya UPK yang akan mnjadi lembaga keuangan mikro.
Pada Konteks inilah, Kelompok simpan pinjam khusus perempuan, sangat menyalahi kodratnya, jika di desain pada tahap awal pembentukannya untuk menjadi kelompok biasa atau sebagai kelompok caneling, karena itu artinya  kelompok itu dibentuk semata-mata untuk mendapatkan dana pinjaman, sebuah kekeliruan besar. Kalau hanya untuk pinjaman modal usaha lalu masyarakat diajak berkelompok, itu sama dengan pembodohan.
Karena, Tujuan, Visi, dan Prinsip program PNPM-MPd, sangat memuliakan dirinya, bahwa akan mendorong kemandirian masyarakat, tapi implementasinya pada kegiatan ini, hanya sekedar bercerita bagaimana cara-cara berutang dengan baik dan benar, lalu UPK berubah menjadi rentenir baru (new kapitalisme), apa bedanya UPK dengan lembaga perbankan modern yang ada. Yang orientasinya adalah keuntungan, sehingga keberhasilan satu-satunya UPK yaa surplus dan target pengembalian pinjaman, bukan pada seberapa banyak kelompok simpan pinjam khusus perempuan yang telah mandiri yang dibina oleh setiap UPK, sehingga diharapkan melalui kelompok perempuan ini, lahir kartini-kartini yang peduli atas masalah yang dihadapi kaum perempuan di desanya.
 Pinjaman modal yang rencana akan diberikan pada kelompok, mestinya diletakkan sebagai pembuka pintu ke masyarakat, bahwa dengan dana pinjaman ke kelompok, akan menjadi pintu masuk pelaku program ke masyarakat miskin di dusun-dusun untuk duduk bersama membicarakan permasalahan yang mereka hadapi, salah satunya membangun kesadaran kollektif untuk menyusun visi dan cita-cita masyarakat miskin melalui kelompok bahwa mereka membutuhkan sebuah lembaga keuangan mikro yang berpihak pada kondisi perekonomian yang mereka hadapi.
Dengan terbangunnya kesadaran kollektif yang diformulasikan secara partisipatif dari akar kemiskinan yang mereka hadapi, tentu akan dengan mudah mereka rumuskan Tujuan berkelompok, Cita-cita kelompok Simpan Pinjam, aturan-aturan yang akan mengawal perjalanan berkelompok mereka.  Kelompok akan mudah memilih pengurus yang memiliki kompetensi dan rasa tanggug jawab yg lebih, dan banyak hal yang harus dicerahkan dulu sebelum bercerita tentang dana program.
Ada dua semangat yang mendasari secara ilmiah, kenapa kita perlu mendorong lembaga keuangan mikro perdesaan yang terbangun dari kesadaran kollektif masyarakat miskin khusus perempuan,  Pertama, Gagasan ini, sudah teruji, baik yang telah diperkenalkan oleh salah seorang pendiri Bangsa kita yaitu Bapak BUNG Hatta dengan Konsep Koperasi,  Maupun yang dilakukan di Banglades oleh Muh. Yunus melalui Graming Bank dan Kredit Union Kalimantn Barat,  Teori ini meyakinkan saya bahwa apa yang digagas oleh Bunga Hatta dan Muh. Yunus merupakan pikiran cerdas penanganan masalah kemiskinan. Saya masi percaya dengan teori koperasi walau disana sini kebanyakan koperasi meninggalkan jati dirinya, sehingga tujuan berkelompok telah diselewengkan oleh pengurusnya.
Implementasi Gagasan Pelembagaan Keuangan Mikro berdasarkan Tujuan PNPM Mandiri Perdesaan, telah dicoba digagas oleh fasilitator di kabupaten Bulukumba propinsi Sulawesi selatan, sesungguhnya bukan sebuah sikap gaga-gagahan, atau pembangkangan atas petunjuk teknis pengelolaan Simpan Pinjam khusus perempuan PNPM Mandiri Perdesaan, akan tetapi lahir dari kajian mendalam terhadap PTO PNPM Mandiri Perdesaan itu sendiri, dan petunjuk lain, serta pengalaman mendampingi kelompok Simpan pinjam khusus perempuan bentuk Caneling ( kelompok penyalur), yang disimpulkan sebagai sebuah konsep yang gagal.
Karena setelah berjalan bertahun-tahun tidak ada satupun Kelompok simpan pinjam khusus perempuan yang berhasil menjadi kelompok mandiri sebagaimana tujuan program. Dari hasil kajian inilah , dan shering pengalaman pelaku-pelaku PNPM Mandiri Perdesaan di awal tahun 2007, sehingga lahir sebuah draf sistem dan mekanisme pendampingan kelompok simpan pinjam khusus perempuan.
Uji coba desain dan bentuk lain yang diterapkan di PNPM Mandiri Perdesaan kabupaten bulukumba, mendapat tanggapan dingin dari propinsi, dan tidak juga  dinyatakan salah, karena dipetunjuk program sangat dibolehkan dengan bentuk tersebut, hanya saja kecendrungan pelaku PNPM Mandiri Perdesaan sebagian besar untuk terbiasa pada kerangka berpikir prakmatis dan tidak kreatif, sehingga penyederhanaan implementasi gagasan program atau penyandraan gagasan program dimana-dimana menjadi sering terjadi, dan ini yang menjadikan PNPM Mandiri Perdesaan kehilangan roh dan jati dirinya sendiri.
Setelah berjalan antara 3 sampai 5 tahun KSPP Model PNPM Mandiri Perdesaan Kabupaten bulukumba dari 369 klp SPP terdapat 20%,dari  kelompok ini berhasil melewati masa-masa sulit, dan mereka sudah layak dan pantas menyebut dirinya sebagai lembaga keuangan mikro perdesaan yang mandiri dan profesional. Contohnya kelompok Edelwis desa Kindang kecamatan Kindang, setelah 4 tahun bergulat dengan cita-citanya, kelompok ini telah menyalurkan dana ke anggota sejumlah Rp. 918.000.000, dengan jumlah anggota 135 orang, surplus kelompok edelwis pada tahun ini mencapai Rp. 46.000.000,  Dana produktif yang sementara dikelolah Rp. 250.250.000. sehingga setiap bulan terdapat dana kurang lebih Rp.20.000.000, yang siap digulirkan ke anggota atau nasabah. Pinjaman dari UPK selama 4 tahun Rp. 263.500.000 dan telah dikembalikan ke UPK Rp. 217.150.000. berbagai usaha baik usaha kelompok maupun anggota menjadi focus perhatian pengurus. Rentenir sebagai salah satu hantu bagi masyarakat di desanya, tidak dapat berbuat apa-apa.
Tabungan Anggota dan nasabah mencapai Rp. 176.369.000, sehingga sudah hampir setahun kelompok edelwis tidak lagi meminta tambahan pinjaman dana dari UPK, mengingat masyarakat telah menjadikan kelompok ini sebagai tempat yang lebih aman dan menguntungkan untuk menyimpan dana. Cerita sukses kelompok ini diikuti oleh banyak kelompok SPP di desa lain yang ada di Bulukumba. Rencana tahun ini, kelompok-kelompok terbaik disetiap kecamatan ini akan di dorong menjadi Bank mikro perdesaan, sebuah antitesa dari GRAMING BANK, Muhammad Yunus di Banglades.

1 comment:

  1. Mantap, maju terus kanda....kami semua ada di belakangmu.....

    ReplyDelete