Saturday, November 24, 2012

KETIKA PEREMPUAN TULUS BERMIMPI ( Kisah Sukses Kelompok Simpan Pinjam Bulukumba Sul-Sel)


Tidak salah apa kata pakar motivator, bahwa “Perubahan tidak akan pernah hadir sebagai sebuah hadiah, tapi perubahan harus diperjuangkan”. Dan impian  sebesar apapun, jika itu diyakini akan dicapai, jika dilandasi oleh upaya maksimal, konsisten dan sabar, pada akhirnya akan diraih.. ungkapan ini telah terbukti atas mimpi yang dicoba ditanamkan oleh fasilitator pada beberapa kelompok Simpan pinjam khusus perempuan binaan pnpm mandiri perdesaan bulukumba.

Perempuan perdesaan dengan segala kekurangannya,  memiliki Potensi dan sumber daya yang belum tergarap maksimal sampai hari ini, mereka banyak dikonotasikan tidak memilikii kemampuan, sulit berkembang, dan seterusnya, akhirnya potensi perempuan perdesaan belum banyak dilirik untuk dikembangkan. Pada tahun 2007, dikebupaten Bulukumba, hadir sebuah program yang berjudul PNPM Mandiri Perdesaan, tentu dengan namanya, akan memberi banyak perubahan terhadap kehidupan social ekonomi masyarakat perdesaan, khususnya perempuan.

Salah satu sisi mulia yang dicoba digarap oleh PNPM Mandiri Perdesaan di awal tahun 2007 di bulukumba adalah, penguatan ekonomi melalui pengembangan usaha simpan pinjam yang dikelolah oleh kelompok perempuan di desa-desa, tentu hal ini menjadi sebuah momentum tersendiri bagi kaum perempuan di desa-desa, yang akhirnya tercatat kurang lebih 200 kelompok simpan pinjam khusus perempuan terbentuk, dihampir semua dusun dan desa lokasi PNPM Mandiri Perdesaan kabupaten Bulukumba.

Kehadiran kelompok-kelompok ini, tentu menjadi issu menarik dalam konteks pemberdayaan, apakah mereka cukup hanya di beri pinjaman modal usaha kewajiban program telah selesai, ataukah kelompok-kelompok  ini patut diantar masuk pada wilayah yang lebih manusiawi, sebagaimana visi PNPM Mandiri Perdesaan, “keberdayaan dan kemandirian”. Pergulatan nurani ini kemudian memaksa para fasilitator untuk merumuskan konsepsi pola pendampingan klp perempuan yang diberi julukan kelompok Simpan dan Pinjam, bukan kelompok pinjam saja.

Tentu dengan gengsi fasilitator program, yang telah menjual sekaligus  dua kata simpul perjuangan kaum pinggiran, yaitu Pemberdayaan dan Kemandirian, menjadi hantu yang selalu menemaninya disaat dirinya akan terlelap dimalam hari… apakah kita akan tega menjadi pemain yang seolah-olah, akan memberi perubahan yang semu.

Bisikan ini kemudian memaksa fasilitator, untuk menterjemahkan sebuah gagasan sederhana yang bisa mengantar para kelompok-kelompok perempuan  untuk bermimpi dengan tulus untuk meraih sebuah harapan. Disadari sepenuhnya oleh fasilitator bahwa PNPM Mandiri Perdesaan, hanyalah sebuah kendaraan bagi seorang gucepara, agar hadir ditengah-tengah kelompok masyarakat sebagai seorang sahabat, keluarga dan saudara yang bisa merasakan suara hati mereka, lalu mencoba mengurai benang merah yang telah lama kusut.

Memang tidak akan mungkin efektif sebuah pendampingan yang dilakukan secara klosal, dan tidak akan mungkin kelompok-kelompok perempuan ini secara serentak mampu mewujudkan mimpinya, tapi paling tidak, proses awal dalam mengajak mereka untuk duduk bersama memikirkan sesuatu tentang kehidupannya,  dilakukan secara utuh, dan berdasarkan akar masalah yang mereka hadapi.

Bahwa mereka butuh dana iyya, tapi sesungguhnya kebutuhan mereka bukan pada dana, karena itu hanyalah obat sesaat. Sehingga awal prosesnya kelompok-kelompok ini diajak duduk bersama dalam sebuah ikatan emosional, mencari akar masalah, kenapa mereka butuh modal pinjaman dari pihak lain. Apa itu menjawab akar masalah mereka. Apakah betul mereka tidak punya potensi dan sumber daya yang bisa digerakkan agar mereka tidak tergantung pada pihak lain.

Akhirnya terjawab bahwa pada dasarnya mereka tidak butuh uluran tangan dari pihak luar, yang mereka butuhkan adalah pihak yang percaya akan kemampuan mereka dan mau menemani mereka untuk menyusun sebuah kesadaran kollektif, mimpi kollektif, harapan-harapan kollektif, aturan-aturan kollektif, dan rencana aksi kollektif.

Meyakinkan sesorang untuk percaya pada kemampuannya, tidaklah mudah, membutuhkan sebuah kesabaran yang tinggi, apalagi yang dihadapi adalah kelompok perempuan. Tetapi seorang fasilitator yang baik harus menyadari sebuah teori sederhana, bahwa seekor binatang yang dilatih dengan tulus dan sungguh-sungguh pada akhirnya akan menghasilkan hasil yang maksimal.

Pada konteks ini sehingga, berbagai aktivitas klp dan pengurus klp, yang didesain, secara konsisten, akan mengantar mereka pada sebuah pemahaman, dan mimpi yang sempurna, yang dapat merubah seluruh energi positif yang ada dalam kelompok itu, khususnya pengurus, untuk bergerak menuju sebuah hasil yang maksimal.   

Apa salah jika kelompok Simpan Pinjam Perempuan diajak bermimpi mewujudkan sebuah bank atau lembaga keuangan mikro?. Sebuah pertanyaan yang menggelitik dan Jawabannya menurut saya adalah tidak salah, karena program PNPM Mandiri Perdesaan, dari segi judul, sudah memaksa semua energy positif kita untuk memberi harapan dan mimpi pada setiap komunitas apapun yang menjadi sasaran program, termasuk kelompok simpan pinjam.

Pada konteks inilah sehingga visi atau mimpi sebuah pendampingan kelompok adalah mutlak adanya, jika tidak dibangun dengan visi atau mimpi yang jelas, maka tentu itu sebuah keniscayaan, sehingga menjadi haram hukumnya kita menyebut kata kemandirian apalagi kata pemberdayaan.   
   
Merumuskan visi atau mimpi dalam sebuah kelompok yang dirumuskan  secara partisipatif, lalu terurai dari sebuah kesadaran kollektif akan pentingnya sebuah perubahan yang harus diperjuangkan, menjadi langkah awal pembentukan kelompok. Materi pembahasan ini yang mengantar kelompok-kelompok simpan pinjam khusus perempuan di awal tahun 2007 dikabupaten bulukumba, berdiri dengan semangat dan beraurah.

Hasilnya, kelompok-kelompok ini dalam waktu 5 bulan, rata-rata telah melakukan usaha simpan pinjam dari modal mereka sendiri, sebelum cair dana pinjaman dari PNPM Mandiri Perdesaan.  Pertemuan bulanan dikelompok berjalan, pelatihan dan rakor bulanan pengurus kelompok simpan pinjam menjadi kegiatan rutin dilakukan ditingkat kecamatan. Serentak pengurus kelompok simpan pinjam, seolah-olah berubah menjadi mahasiswa yang setiap saat siap menerima mata kuliah yang diajarkan oleh fasilitator. Suasana ini kemudian menghantarkan banyak kelompok simpan pinjam menemukan titik terang atas mimpi yang mereka rumuskan 5 tahun lalu.    
  
Masalahnya kemudian adalah ihklaskah kita menghantarkan mereka pada sebuah harapan kemandirian yang kita ajarkan pada mereka, sehingga ketika mereka mencoba secara tulus menyatakan kemandiriannya, kitapun menyambut dengan bangga, ataukah kita tidak siap secara konsep untuk mengantar mereka pada sebuah kemandirian. Karena faktanya mereka secara modal, manajemen, administrasi dan seterusnya, sangat memungkinkan untuk diwujudkan mimpi mereka sebagai lembaga keuangan mikro, yang mandiri dan indevenden.

Contohnya kelompok Edelweis, desa kindang. Kecamatan kindang, kelompok ini telah mengelolah dana miliknya sendiri yang diperoleh dari  keuntungan unit usaha simpan pinjam yang dikelolahnya kurang lebih Rp. 100 Jt, Tabungan anggota dan masyarakat menghampiri 200 Jt. Sehingga satu tahun terakhir ini, kelompok ini tidak lagi bermohon pinjaman ke UPK.

Kelompok Edelweis, telah menggulirkan dana kemasyarakat kurang lebih 1 M. Selain mengelolah unit usaha simpan pinjam, kelompok ini memiliki unit usaha produk makan ringan, yang produksinya setiap hari mencapai 1 Jt, dan telah menyerap 10 orang tenaga kerja.

Pergulatan nurani kembali menguji kita, apakah kelompok Edelweis dan kelompok lainnya yang telah menunjukkan kemandiriannya kita biarkan pada posisi itu, tentu tidak, sehingga beberapa bulan lalu, kelompok yang dianggap telah memenuhi criteria untuk mandiri ini, di latih secara khusus, diprakarsai oleh Devisi TPM RBM,  dengan menghadirkan pihak Perbankan BNI-BRI, Dinas Koperasi dan beberapa pihak lain, untuk memberikan penguatan tentang Manajemen pengelolaan lembaga keuangan Mikro.

Bulan Oktober 2012 sekitar 25 kelompok yang dianggap memenuhi criteria tadi dan telah mengikuti pelatihan Manajemen pengelolaan lembaga keuangan mikro, akan lounching peralihan status menjadi lembaga keungan mikro (PKM), setelah Akte pendiriannya dan berbagai pembenahan admnistrasi telah rampung dilakukan.

No comments:

Post a Comment